Bahaba.net – Itelijen dan politik adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Politik adalah ilmu atau cara-cara mendapatkan kekuasaan, merebut atau mempertahankan kekuasaan, membagi kekuasaan dan menjalankannya, sedangkan intelijen merupakan serangkaian kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencapai dan merebut kekuasaan itu sendiri.
Intelijen dapat dimaknai menjadi enam hal: sebagai sebuah informasi, pengetahuan, proses, kegiatan, organisasi maupun profesi. Sebagai sebuah informasi yang akurat, sesuatu yang dilaporkan harus dapat dipertanggung jawabkan.
Sebagai sebuah pengetahuan, intelijen dapat menjadi sebuah studi yang dipelajari secara formal dengan berbagai pendalaman materi, jelas secara ontologi, epistemologi, dan aksiologinya. Sebagai sebuah proses, intelijen punya tahapan atau roda perputaran (cycle of intelligence) dari penerimaan instruksi atau perintah, pengumpulan informasi, seleksi data, analisis, pelaporan, dan evaluasi.
Sebagai sebuah kegiatan, intelijen dapat menjadi aktivitas penelitian, spionase, penyamaran, kontra dan operasi intelijen. Adapun profesi intelijen secara garis besar dapat dibagi menjadi agen lapangan dan analis intelijen.
Aktivitas intelijen sebetulnya dapat ditelusuri melalui sejarah pergantian kekuasaan baik sejak zaman kerajaan maupun di berbagai negara. Intelijen bahkan sangat menentukan pertempuran dan peperangan.
Dalam kancah Pilkada Aceh, jelas dapat kita baca, yang memiliki potensi pengunaan metode intelijen adalah Partai Gerinda dan Partai Aceh. Karena jelas kedua partai ini memiliki kekuatan di maksud, sama sama pernah mengelola institusi Ketentaraan. Dimana kedua partai ini di pimpin oleh Mantan tentara yang memimpin perang. Kita tahu, partai Gerindra dan PA adalah partai bersifat komando.
Maka, secara otomatis mareka dapat di sinyalir mengirim orang orang terbaiknya ke kubu lawan sehingga seluruh informasi dan data data penting akan bocor. Nama juga Intel, meski nyawa sebentar lagi melayang, namun tidak pernah mengakui bahwa dia itu adalah Intel.
Orang aceh, pasti sudah sangat paham kondisi ini. Zaman konflik Aceh, Intel TNI bisa bersama warga Beutong bertahun tahun. Sampai pada akhirnya semua informasi gerakan Aceh merdeka dapat diserap.
Begitu juga Intel GAM semisal Irwandi Yusuf, yang bisa bermain di kota, mengajar di fakultas kedokteran hewan dan bisa berkomunikasi dengan berbagai pihak di luar negeri. Padahal beliau salah satu pentolan gerakan Aceh merdeka.
Belajar dari semua pengalaman itu, Maka saran kami, berhati hatilah wahai para kandidat….!!!
Begitulah…!!!
Penulis : Maimun Panga
(Alumni HMI dan mantan Ketua KNPI Aceh Jaya)